Pandemi belum berhenti, pendidikan tetap dilaksanakan. Pendidikan di masa pandemi malah melahirkan banyak tantangan yang serba tidak terduga. Kegiatan pembelajaran sehari-hari yang biasanya dilangsungkan di kelas telah tiada. Belajar secara online pun dijalani sejak Maret 2020, dan belum jelas akan berakhir kapan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) terus melakukan penguatan kompetensi guru, salah satunya dengan dengan mengadakan program Guru Belajar. Program itu dilakukan dalam rangka menghadapi tantangan pembelajaran di masa pendemi Covid-19.
Program Guru Belajar bertujuan mengembangkan kemampuan guru dalam menyelenggarakan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Tujuannya agar guru dapat memanfaatkan teknologi secara optimal untuk pembelajaran di masa pandemi.
Tantangan Kini
Program Guru Belajar diluncurkan Kemendikbud sebagai upaya untuk selalu membersamai guru. Pandemi Covid-19 telah merevolusi paradigma sekaligus mode pembelajaran. Pandemi ini mau tidak mau membuat guru mesti meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan teknologi informasi. Peningkatan kemampuan itu pun mesti dilakukan dalam kurun waktu yang cepat tanpa memandang siapa dan di mana guru itu mengajar. Hal ini dapat dipandang sebagai tantangan sekaligus peluang.
Membersamai guru untuk tetap menjaga kualitas pendidikan bagi siswa adalah keharusan. Guru tidak serta-merta dapat melangkah sendiri, perlu didukung berbagai sumber daya. PJJ ini tidaklah mudah. Kendati Kemdikbud sudah memberikan subsidi kuota internet, ada hal lain yang menjadi tantangan. Salah satu tantangan besar yang tak bisa diabaikan adalah kondisi geografis di Nusantara.
Kondisi geografis sangat memengaruhi keberadaan sarana dan prasarana lainnya. Daerah yang berada di wilayah pedalaman, misalnya, sarana dan prasarana transportasinya berbeda dengan yang ada di perkotaan. Itu baru soal transportasi, belum lagi dalam soal lainnya, misalnya akses internet.
Berdasarkan data Perencanaan Digitalisasi Nasional Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dimuat di laman Radio Republik Indonesia (rri.co.id, 30/7/2020), terdapat 12.548 desa/kelurahan di Indonesia yang belum terjangkau 4G dari total 83.218 desa/kelurahan di Indonesia. Dari keseluruhan wilayah Indonesia, hanya 49,33% yang terfasilitasi jaringan 4G, 44,35% terfasilitasi jaringan 3G, dan 68,54% terfasilitasi jaringan 2G. Artinya, ada 31,46% wilayah yang belum terfasilitasi jaringan internet.
Dengan demikian, masih banyak daerah di Indonesia yang belum baik akses internetnya, bahkan ada lebih dari 30% yang belum terfasilitasi jaringan internet. Belum lagi kalau kita membahas tentang aliran listrik. Merealisasikan pembelajaran di daerah yang memiliki keterbatasan akses dalam berbagai hal—seperti listrik dan internet—perlu perjuangan ekstra oleh guru. Namun, sekuat apa pun guru berjuang, jika hanya sendiri dan tidak dibantu oleh pemangku kepentingan yang lainnya, hasilnya tidak akan optimal.
Namun, di tengah berbagai keterbatasan itu, upaya membersamai guru lewat program Guru Belajar mestinya disambut baik. Dalam pelaksanaannya nanti, guru dapat diajak untuk belajar mengelola kelas, melakukan asesmen PJJ, dan menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Selama program ini berjalan, penting juga dilakukan evaluasi terhadap program ini secara berkala. Setiap keungggulan, kelemahan, tantangan, dan peluang yang ditemukan dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan. Dengan demikian, program ini nantinya tidak terkesan dijalankan asal-asalan.
Tantangan Nanti
Program Guru Belajar juga terhubung dengan tema peringatan Hari Guru Nasional 2021, yaitu “Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan” Kata-kata ini menguatkan bahwa pendidikan akan tetap berlanjut, walau ditengah paglebuk ini. Tantangan dalam dunia pendidikan akan selalu ada.
Ketika nanti keadaan telah pulih, pendidikan pun kembali kepada fitrahnya yang diselenggarakan secara bersemuka dan berkumpul. Pandemi Covid-19 pun mengajarkan kita untuk mengembangkan karakter yang baik. Protokol kesehatan 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker) yang kita lakukan selama pandemi sejatinya adalah untuk melindungi diri sendiri sekaligus orang lain. Dengan demikian pandemi mengajarkan kita untuk lebih berempati, peduli pada nasib orang lain.
Pendidikan berkembang sesuai dengan kodrat keadaan. Pandemi—kodrat keadaan saat ini—mengingatkan kita untuk saling membersamai. Menemami anak belajar adalah peran orang tua menjadi “guru” di rumah. Pandemi telah membuka mata batin orangtua, bahwa tugas mendidik sebagai guru tidaklah selalu mudah. Dengan demikian, kita pun boleh berharap bahwa di masa depan keluh-kesah orang tua saat mendidik anaknya di rumah makin berkurang.
Jauh sebelum kebijakan belajar di rumah ditetapkan, Koesoema (2007:186) telah menulis pentingnya kolaborasi dalam memajukan pendidikan antara rumah (orangtua) dengan sekolah (guru): “Pihak sekolah bisa memberikan semacam buku panduan bagi orangtua untuk melanjutkan proses pendidikan karakter di rumah, melalui berbagai macam alternatif pendampingan.”
Pandemi akan berakhir, namun keterlibatan orangtua dalam proses pembelajaran anak mestinya tetap dipertahankan, dengan mempertimbangkan cara-cara yang efisien dan tidak mengganggu waktu atau kesibukan orangtua. Karena tidak sedikit juga keluhan muncul dari orangtua, bahwa pembelajaran online membuat mereka direpotkan. Pendidikan keluarga, bagaimana pun juga memiliki peran besar dalam pembentukan karakter anak. Orangtua perlu bergotong-royong dengan guru, atau dengan kata lain membersamai guru, dalam melaksanakan tugas pendidikan.
Di masa mendatang, saat teknologi makin mengganti peran manusia, gotong-royong harus tetap dijaga. Guru hadir di ruang kelas membangun kolaborasi antar siswa, membangun kepedulian, dan saling berbagi. Kolaborasi dibangun dengan harapan tercapainya tujuan bersama. Meski teknologi semakin maju dan mesin mengganti peran manusia dalam pekerjaaan, manusia tetaplah makhluk sosial. Kepedulian dapat membudaya karena kebiasaan.
Hingga kapan pun, pendidikan bergerak dinamis mengikuti zaman. Masa depan pendidikan harus memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dengan tetap menghargai keragaman yang ada. Memperkuat pendidikan harus dilakukan dengan saling membersamai—kini hingga nanti. Selamat Hari Guru!