Penerapan Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Tulisan ini memaparkan tentang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan Penerapan Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2020/2021

Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu proses yang tidak diam. Pendidikan harus terus berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi zaman dan kondisi peserta didik. Pendidikan tersebut hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian.

Jika pendidikan dibayangkan sebagai sebuah sistem besar yang hanya dipikirkan oleh para pakar dan penentu kebijakan di pusat, maka sekolah atau bahkan kelas juga merupakan suatu sistem pendidikan dengan ruang lingkup yang kecil. Setiap sekolah memiliki kondisi dan permasalahan masing-masing, sehingga pengembangan satu sekolah dengan sekolah lain tentunya tidak akan sama.

Pada refleksi filosofi pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara menjadi titik awal agen perubahan dalam transformasi pendidikan di sekolah. Konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara merupakan jawaban yang tepat bagi bangsa Indonesia dalam upaya mempersiapkan diri menghadapi globalisasi abad ke-22 dan dalam memasuki era kemajuan IPTEKS di masa yang akan datang.

Pemahaman mendalam dan penerapan budi pekerti luhur sebagai karakter diri peserta didik serta keterampilan dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki melalui implementasi konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran di sekolah yang akan mampu menjadi bekal untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asian (MEA) dan juga menjalani kehidupan dewasa mereka di era globalisasi.

Dengan prinsip serta pandangan hidup menjadi manusia “Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah memberi kesempatan untuk berkarya), Tut wuri handayani (dari belakang memberi dorongn dan arahan)”, merupakan jiwa Pendidikan Nasional yang dapat diterapkan di kelas-kelas sebagai sistem pendidikan dengan ruang lingkup yang kecil.

Merebahnya pandemi Covid-19 menghantam kehidupan masyarakat dunia termasuk Indonesia membawa pengaruh besar terhadap berbagai sektor kehidupan, baik sektor ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan. Di bidang pendidikan, adaptasi kebiasaan baru dilakukan pemerintah Indonesia dalam upaya pencegahan penyebaran wabah Covid-19. Selain itu, penerapan physical distancing dan protokol kesehatan, membuat kegiatan pembelajaran yang biasanya dilakukan di sekolah kini harus diubah menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Langkah yang dilakukan oleh pemerintah tidak terlepas dari hasil observasi pemerintah pusat dan daerah, sehingga setiap kebijakan yang dibuat benar-benar mementingkan keselamatan dan kesehatan baik siswa, orang tua, maupun tenaga kependidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim pada Konferensi Pers Internasional di Istana Kepresidenan Jakarta pada hari Kamis tanggal 14 Mei 2020, yang menyatakan beberapa hal terkait “Adaptasi Pendidikan Selama Covid-19” sebagai berikut;

“Semenjak awal pandemi, kami langsung menerapkan program Belajar dari Rumah sebagai kebijakan nasional. Kerangka peraturan juga dibuat jauh sebelum perusahaan-perusahaan menerapkan bekerja dari rumah dan melakukan usaha pencegahan lainnya. Kami mengambil pendekatan berbasis keutamaan dalam membuat keputusan, dan keputusan pertama yang diambil adalah mengutamakan Kesehatan. Keselamatan guru, siswa, dan orang tuanya merupakan prioritas utama. (Sumber:https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/darurat-covid19-mendikbud-kesehatan-pelaku-pendidikan-jadi-prioritas-utama-pemerintah).

Tantangan baru dihadapi satuan pendidikan di era pandemi agar tetap kegiatan pembelajaran dapat berlangsung. Meskipun tidak mudah, satuan pendidikan terutama guru. terus berupaya menyediakan sarana pembelajaran dengan menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dengan demikian siswa tetap dapat melaksanakan pembelajaran walau dari rumah tanpa harus bertatap muka secara langsung.

Sejak dikeluarkannya Surat edaran Walikota Denpasar Nomor: 420/1471/DISDIKPORA/2020 bahwa seluruh siswa dan guru harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ), guna menekan penyebaran virus corona yang semakin meluas dan meresahkan masyarakat dan dunia. Sejak itu, SD Saraswati 3 Denpasar merupakan sekolah swasta di bawah Yayasan Perguruan Rakyat Saraswati Pusat Denpasar, telah menyesuaikan diri dan menerapkan PJJ dengan menggunakan aplikasi Google Meet dan Whatsapp.

Pada pelajaran Tematik kelas 6 D, selama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh diberlakukan, ditemukan ada beberapa siswa yang masih kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh serta kurang aktif dalam pengiriman tugas yang diberikan oleh guru dengan berbagai kondisi dan alasannya. Di sinilah peran guru dituntut menemukan cara atau metode untuk mendorong semangatnya agar tetap aktif dan menyelesaikan tugasnya pada Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang diberlakukan. Merdeka belajar yang merujuk pada konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara perlu kiranya diadopsi yakni pengajaran yang dimaksudkan adalah memajukan kecerdasan pikiran (intelektual) dan berkembangnya budi pekerti.

Rumusan Masalah

Dengan diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebagai bentuk nyata dari Adaptasi Pendidikan Selama Covid-19, penggunaan aplikasi pengajaran dipilih untuk mendukung dan memudahkan pengajaran tatap muka jarak jauh dengan menggunakan Google Meet atau non tatap muka dengan menggunakan WhatsApp (orangtua murid) dalam jaringan (daring)/online.

Bertolak dari latar belakang di atas, maka permasalahannya sebagai berikut: Bagaimanakah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Dan Penerapan Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara di Kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2020/2021?

Tujuan

Pada laporan tentang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan Penerapan Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2020/2021 ini memiliki dua tujuan yaitu:

1.3.1 Tujuan Umum

1)    Secara umum laporan ini bertujuan untuk meningkatkan tujuan pendidikan nasional yaitu menciptakan manusia seutuhnya, yang terampil dan cerdas berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

2) Secara umum laporan ini bertujuan untuk mendukung tercapainya Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan dijalankan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK).

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus laporan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pembelajaran jarak jauh dan penerapan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara di kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2020/2021.

Panca Darma (Lima Asas) Ki Hadjar Dewantara

Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara merupakan warisan budaya bangsa dan menjadi salah satu kekayaan keilmuan milik bangsa Indonesia. Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara pada dasarnya yang paling sesuai untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia Indonesia seutuhnya maupun pembangunan nasional yang bercirikan kepribadian bangsa Indonesia. Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikenal dengan Panca Darma (Lima Asas). Kelima asas tersebut adalah Asas Kodrat Alam, Asas Kemerdekaan, Asas Kebudayaan, Asas Kebangsaan, dan Asas Kemanusiaan. Berikut adalah penalaran atas kelima asas tersebut.

Pertama, asas kodrat alam. Asas ini mengandung arti bahwa hakikat manusia adalah bagian dari alam semesta. Asas ini juga menegaskan bahwa setiap pribadi peserta didik di satu sisi tunduk pada hukum alam, tapi di sisi lain dikaruniai akal budi yang potensial baginya untuk mengelola kehidupannya. Berdasarkan konsep asas kodrat alam ini, Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa pelaksanaan pendidikan berasaskan akal-pikiran manusia yang berkembang dan dapat dikembangkan. Secara kodrati, akal-pikiran manusia itu dapat berkembang.

Namun, sesuai dengan kodrat alam juga akal pikiran manusia itu dapat dikembangkan melalui perencanaan yang disengaja dengan sistematik. Pengembangan kemampuan berpikir manusia secara disengaja itulah yang dipahami dan dimengerti sebagai “pendidikan”. Sesuai dengan kodrat alam, pendidikan adalah tindakan yang disengaja dan direncanakan dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik yang dibawa sejak lahir.

Kedua, asas kemerdekaan. Asas ini mengandung arti bahwa kehidupan hendaknya sarat dengan kebahagiaan dan kedamaian. Dalam khasanah pemikiran Ki Hadjar Dewantara asas kemerdekaan berkaitan dengan upaya membentuk peserta didik menjadi pribadi yang memiliki kebebasan yang bertanggungjawab sehingga menciptakan keselarasan dengan masyarakat. Asas ini bersandar pada keyakinan bahwa setiap manusia memiliki potensi sebagai andalan dasar untuk menggapai kebebasan yang mengarah kepada “kemerdekaan”.

Pencapaian ke arah pribadi yang merdeka itu ditempuh melalui proses panjang yang disebut belajar. Proses ini berjenjang dari tingkat yang paling dasar sampai pada tingkat yang tertinggi. Namun, perhatian kita hendaknya jangan difokuskan pada tingkatan-tingatannya semata, tapi juga pada proses kegiatan pendidikan yang memerdekakan peserta didik. Dalam pengertian itu, pendidikan berarti memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan dan keahlian profesional (mewujud) yang diemban dan dihayatinya dengan penuh tanggungjawab.

Oleh karena itu, praksis pendidikan harus “luas dan luwes”. Luas berarti memberikan kesempatan yang selebar-lebarnya kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi-potensi dirinya seoptimal mungkin, sementara luwes berarti tidak kaku dalam pelaksanaan metode dan strategi pendidikan.

Ketiga, asas kebudayaan. Asas ini bersandar pada keyakinan kodrati bahwa manusia adalah makhluk berbudaya. Artinya, manusia mengalami dinamika evolutif dalam pembentukan diri menjadi pribadi yang berbudi pekerti. Dalam konteks itu pula, pendidikan perlu dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai budaya sebab kebudayaan merupakan ciri khas manusia. Kemanusiaan bukanlah suatu pemikiran yang statis. Kemanusiaan merupakan suatu konsep yang dinamis, evolutif, organis.

Dalam kaitan ini, Ki Hadjar Dewantara memahami kebudayaan selain sebagai buah budi manusia, juga sebagai kemenangan atau hasil perjuangan hidup manusia. Kebudayaan selalu berkembang seirama dengan perkembangan dan kemajuan hidup manusia. Ditopang oleh pemikiran mengenai kebudayaan sebagai perkembangan kemanusiaan itu, maka Ki Hadjar Dewantara melihat posisi kebudayaan bangsa Indonesia di tengah-tengah kebudayaan bangsa-bangsa lain di dunia ini, yakni sebagai penunjuk arah dan pedoman untuk mencapai keharmonisan sosial di Indonesia. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai kebudayaan ini kemudian dituangkan dalam Pasal 32 UUD 1945. Dalam konteks itu pula, asas ini menekankan perlunya memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk kebudayaan nasional.

Keempat, asas kebangsaan. Asas kebangsaan merupakan ajaran Ki Hadjar Dewantara yang amat fundamental sebagai bagian dari wawasan kemanusiaan. Asas ini hendak menegaskan bahwa seseorang harus merasa satu dengan bangsanya dan di dalam rasa kesatuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan rasa kemanusiaan.

Dalam konteks itu pula, asas ini diperjuangkan Ki Hadjar Dewantara untuk mengatasi segala perbedaan dan diskriminasi yang dapat tumbuh dan terjadi berdasarkan daerah, suku, keturunan atau pun keagamaan. Bagi Ki Hadjar kebangsaan tidaklah mempunyai konotasi, rasial biologis, status sosial ataupun keagamaan. Rasa kebangsaan adalah sebagaian dari rasa kebatinan kita manusia, yang hidup dalam jiwa kita dengan disengaja. Asal mulanya rasa kebangsaan itu timbul dari Rasa Diri, yang terbawa dari keadaan perikehidupan kita, lalu menjalar menjadi Rasa Keluarga; Rasa ini terus jadi Rasa Hidup bersama (rasa sosial).

Wujudnya rasa kebangsaan itu umumnya ialah dalam mempersatukan kepentingan bangsa dengan kepentingan diri sendiri; kehormatan bangsa ialah kehormatan diri, demikianlah seterusnya. Ideologi kebangsaan inilah yang diterapkan secara konsekuen ketika beliau bersama dengan Dr. Tjipto dan Doowes Dekker mendirikan Indische Partij pada tahun 1912. Bahkan Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa, yang juga merupakan ideologi nasional kita, pada dasarnya adalah suatu formulasi dari ideologi kebangsaan itu, dari wawasan kebangsaan kita itu.

Kelima, asas kemanusiaan. Asas ini hendak menegaskan pentingnya persahabatan dengan bangsa-bangsa lain. Dalam konteks pemikiran Ki Hadjar Dewantara, asas ini menegaskan bahwa manusia di Indonesia tidak boleh bermusuhan dengan bangsa-bangsa lain.

Manusia merupakan suatu sifat dasar, kodrat alam yang diciptakan oleh Tuhan, dan berevolusi disepanjang keadaan alam dan zaman, yang terungkap di dalam sifat, bentuk, isi dan irama yang berubah-ubah. Dari manusia inilah tumbuh dan berkembang kebudayaan, karena manusia itu adalah makhluk yang istimewa, yaitu makhluk yang memiliki akal budi. Adab kemanusiaan di dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara merupakan acuan yang amat mendasar, dalam pengertian bahwa segala sesuatu yang dikembangkan oleh manusia di segala bidang selalu disesuaikan dengan kodrat kemanusiaannya.

Tidaklah mengherankan Ki Hadjar Dewantara dipandang sebagai seorang humanis, dalam pengertian bahwa manusia dan kemanusiaan merupakan acuan dasar dalam ajaran dan pemikirannya. Salah satu naskah yang mengungkapkan ajaran Ki Hadjar Dewantara tentang kemanusiaan adalah refleksinya mengenai Pancasila yang ditulisnya pada tahun 1948. Bagi Ki Hadjar Dewantara, Pancasila melukiskan keluhuran sifat hidup manusia. Pokok dari Pancasila adalah perikemanusiaan karena di dalamnya terdapat nilai-nilai yang mengajarkan kita perihal bagaimana seharusnya kita berpendirian, bersikap dan bertindak, tidak saja sebagai warga negara yang setia, melainkan juga sebagai manusia yang jujur dan bijaksana.

Asas Tri-Kon Ki Hadjar Dewantara

Bagaimana mengembangkan sekolah atau bahkan proses pendidikan di ruang kelas dengan efektif? Asas tersebut dinamankan dengan asas trikon karena terdiri atas tiga asas yang berawalan “kon” yaitu kontinyu, konvergen dan konsentris, yang diuraikan sebagai berikut:

Kontinyu, artinya pengembangan yang dilakukan harus berkesinambungan, dilakukan secara terus-menerus dengan perencanaan yang baik. Suatu kondisi yang baik tidak mungkin dapat dicapai dalam sekali waktu seperti sebuah sulap. Tahap demi tahap pengembangan dilakukan dengan rencana yang matang, dengan melalui evaluasi dan perbaikan yang tepat. Pengembangan yang sifatnya tiba-tiba kemudian hilang semangat di waktu-waktu setelahnya tidak akan menghasilkan perubahan berarti  jangka panjang.

Konvergen, artinya pengembangan yang dilakukan dapat mengambil dari berbagai sumber di luar, bahkan dari praktik pendidikan di luar negeri. Seperti yang dilakukan oleh Ki Hadjar ketika mempelajari berbagai praktik pendidikan dunia misalnya Maria Montessori, Froebel dan Rabindranath Tagore. Praktik-praktik tesebut dapat dipelajari untuk nantinya disesuaikan dengan kebutuhan yang kita miliki sendiri. Saat ini teknologi informasi telah sedemikian canggih sehingga guru atau kepala sekolah dapat mempelajari berbagai kemajuan pendidikan dari mana saja dan kapan saja.

Konsentris, artinya pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri. Tujuan utama pendidikan adalah menuntun tumbuh kembang anak secara maksimal sesuai dengan karakter kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu meskipun Ki Hadjar menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain, namun tetap semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai pusatnya.

Pendidikan yang menggunakan teori dan dasar kebudayaan bangsa lain (walaupun bangsa yang maju) secara langsung tanpa mengkaji ulang, menyesuaikan dan mengevaluasinya tidak akan menghasilkan kemajuan. Banyak pengembangan yang telah dilakukan namun mengabaikan asas trikon di atas. Sebagai contoh kurangnya kesinambungan perubahan yang dilakukan dari satu masa ke masa lain seiring dengan pergantian penguasa. Demikian pula sering kita mengadopsi teori secara langsung tanpa melakukan penyesuaian yang tepat sehingga upaya pengembangan yang dilakukan menjadi sia-sia.

Konsep-konsep Dasar Pengajaran

Konsep-konsep dasar pengajaran meliputi: (1) Semboyan Ki Hadjar Dewantara sebagai Jiwa Pendidikan Nasional, (2) Sistem Momong, Among, Ngemong (3) Trisakti Jiwa, yang diuraikan sebagai berikut:

1) Semboyan Ki Hadjar Dewantara sebagai Jiwa Pendidikan Nasional

Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Pendidikan itu membentuk manusia yang berbudi pekerti, berpikiran (pintar, cerdas) dan bertubuh sehat. Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai tersebut, Ki Hadjar Dewantara yakin pendidikan yang khas Indonesia haruslah berdasarkan citra nilai Indonesia juga. Tiga semboyan pendidikan yang menunjukkan kekhasan Indonesia, diuraikan sebagai berikut:

Pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu dan ditiru dalam perkataan dan perbuatannya.

Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya.

Ketiga, Tut Wuri Handayani, artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya anak-anak didiknya.

2) Sistem Momong, Among, dan Ngemong

Senada dengan semboyan pendidikan di atas adalah metode pendidikan yang dikembangkan, yang sepadan dengan makna “paedagogik”, yakni Momong, Among dan Ngemong,  yang berarti bahwa pendidikan itu bersifat mengasuh. Mendidik adalah mengasuh anak dalam dunia nilai-nilai. Metode pendidikan dalam “mendidik” memang mementingkan ketertiban, tapi pelaksanaannya bertolak dari upaya membangun kesadaran, bukan berdasarkan paksaan yang bersifat “hukuman”. Maka, pembagian usia 0-7, 7-14, dan 14-21 dalam proses pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara bukan tanpa landasan pedagogik. Pembagian demikian berdasarkan fase-fase dimana masing-masing menuntut peran pendidik dengan isi dan nilai yang berbeda-beda. Metode momong, among, ngemong dan semboyan Ing ngarso sung tulodho, Ing Madya mangun karsa, dan Tut wuri handayani bukan berasal dari sebuah pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang terpisah, melainkan yang memandang manusia biologi dan manusia sosio-budaya sebagai satu kesatuan.

3) Trisakti Jiwa

Konsep tentang Trisakti Jiwa diuraikan sebagai berikut:

Cipta, menurut Ki Hajar Dewantara (2004) “Cipta dapat diartikan sebagai daya berpikir yang bertugas mencari kebenaran sesuatu dengan jalan membandingkan, mencari beda, dan samanya”.  Cipta juga merupakan aktivitas berpikir untuk memperoleh ketentuan mana yang benar dan mana yang salah. Dalam hal men-cipta, manusia berkuasa untuk berangan-angan secara aktif dan subjektif, yaitu bertindak menurut keinginannya sendiri. Melalui kesaktian cipta kita dapat memperoleh ketetapan tentang kebenaran atau kesalahan.

Dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan penerapan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara di kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar, tahun pelajaran 2020/2021, pengajaran yang telah dilakukan berusaha mengedepankan humanisasi, yaitu mengkondisikan peserta didik menjadi subjek yang mampu mencipta, karena daya cipta merupakan kesaktian dari akal pikiran manusia. Pendidik dalam menyampaikan pengajaran membangun kekuatan kreatif yang bisa berguna dan bermanfaan bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pembelajaran jarak jauh harus tertuju pada pemberdayaan kesaktian dari akal yaitu cipta.

Rasa, menurut Ki Hajar Dewantara (2004) “rasa adalah segala gerak-gerik hati kita, yang menyebabkan kita, mau tidak mau, merasa senang atau susah, sedih atau gembira, malu atau bangga, puas atau kecewa, berani atau takut, marah atau berbelas kasih, benci atau cinta, begitu seterusnya. Yang mengalami rasa adalah hati, bukan pikiran kita. Maka dengan kesaktian rasa dalam jiwa kita dapat memperoleh ketentuan tentang apa yang baik dan apa yang jelek”.

Dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan penerapan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara di kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar, tahun pelajaran 2020/2021, pengajaran yang telah dilakukan juga berusaha memaknai rasa, bahwa manusia itu memiliki kepekaan pada segala sesuatu yang diangap baik dan buruk. Nilai kebaikan tentunya diselimuti nilai-nilai moralitas yang menuntun anak-anak untuk senantiasa melakukan hal-hal yang bersifat normatif. Kepekaan dari hati yang mampu merasa akan menuntun anak-anak untuk senantiasa melakukan tindakan kebaikan secara konsisten dan ajeg. Tindakan yang amoral (buruk) bertentangan dengan nilai kebaikan akan membuat hatinya merasa tidak nyaman, gelisah, dan berdosa. Sehingga anak-anak dapat membedakan baik-buruk yang diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Karsa, menurut Ki Hajar Dewantara (2004) “karsa merupakan kemauan atau kehendak yang timbul seakan-akan sebagai hasil buah pikiran atau perasaan. Sebenarnya kemauan merupakan lanjutan daripada hawa nafsu kodrati yang ada dalam jiwa manusia, namun sudah dipertimbangkan oleh pikiran serta diperhalus oleh perasaan, hingga tak lagi bersifat insting yang mentah, ataupun dorongan-dorongan yang kasar dan rendah”. Karsa adalah kemauan yang didasari atas pertimbangan akal dan hati, yang melahirkan kemauan yang berujung pada tindakan reflektif, tindakan yang penuh kesadaran, bukan tindakan instingtif.

Dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan penerapan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara di kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar, tahun pelajaran 2020/2021, pengajaran yang telah dilakukan akan berusaha memaknai karsa yaitu kemampuan atau kehendak yang tidak bersifat instingtif.  Dengan berkembangnya akal, hati, dan kehendak pada diri anak-anak, mereka tumbuh menjadi manusia yang mampu mengurus diri sendiri, manusia lain, dan bangsanya, sehingga penyempurnaan antara akal, hati dan tindakan, menghasilkan manusia susila atau makhluk yang berbudi dan beradab.

Dari hasil wawancara yang telah dilaksanakan, mayoritas responden memandang konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara bagus dan tetap memiliki relevansi untuk pendidikan pada masa kini, tapi mereka juga mengakui bahwa konsep yang demikian bagus itu menghadapi tantangan serius dalam mengimplementasikannya, yakni: edukasi atas hakikat makna pendidikan menjadi sekadar pembelajaran dan pengajaran.

Penurunan makna ini bisa terjadi selain karena pergeseran pemaknaan konsep pendidikan, juga karena perkembangan zaman yang turut mempengaruhi pola-pola kehidupan setiap orang yang terlibat dalam proses pendidikan (orang tua, guru, dan murid). Pergeseran pemaknaan konsep pendidikan dapat ditemukan melalui sudut pandang orang di Indonesia, misalnya: jika berbicara tentang pendidikan, pada umumnya mereka langsung terarah ke sekolah, artinya bahwa pendidikan itu terjadi di sekolah, dari yang terendah sampai yang tertinggi.

Pemahaman atas pendidikan seperti di atas jelas berseberangan dengan konsep Ki Hadjar Dewantara, yang meyakini pendidikan itu terjadi dalam tiga lingkungan secara simultan, yakni: keluarga, masyarakat dan sekolah. Proses pendidikan yang terjadi di sekolah adalah khas karena kombinasi antara pendidikan dan pengajaran.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang telah diberlakukan dan dilaksanakan selama masa pandemi ini, mau tidak mau lingkungan keluarga (orangtua) harus ambil bagian atau berpartisipasi lebih atau berperan aktif dalam mengurusi pendidikan anak-anaknya.

Orangtua harus meluangkan waktu untuk memberikan pengajaran jika ada hal-hal yang belum dimengerti pada mata pelajaran apapun dengan solusinya, karena orangtua adalah lingkungan yang paling terdekat dan yang paling banyak untuk menghabiskan waktu bersama. Sehingga dapat disinkronkan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang  pendidikan itu terjadi dalam tiga lingkungan secara simultan, yakni: keluarga, masyarakat dan sekolah.

Deskripsi Aksi Nyata

Tujuan pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai masyarakat. Bertolak dari tujuan pendidikan yang ingin dicapai, saya sebagai guru merasa perlu berpartisipasi untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut melalui tindakan nyata kepada siswa-siswi yang saya ampu.

Di masa pandemi ini banyak yang berubah pada kehidupan manusia, salah satunya adalah sistem pembelajaran dalam dunia pendidikan. Berkerumun adalah larangan yang paling diutamakan karena hal tersebut merupakan sumber penyebaran Covid-19 yang paling cepat. Maka dari itu, sesuai instruksi pemerintah bentuk kegiatan yang melibatkan  banyak orang harus ditutup sementara waktu untuk menghindari hal terburuk yang tidak diinginkan.

Agar kegiatan pendidikan dan pengajaran dapat berjalan, pemerintah memberlakukan sistem pembelajaran jarak jauh. Dengan demikian, kondisi covid-19 seperti ini, proses pendidikan tetap bisa dilangsungkan dari rumah saja. Imbas dari Covid-19 ini juga dirasakan di sekolah tempat saya bekerja, sehingga sesuai Surat Keputusan Walikota Nomor 420/1471/DISDIKPORA/2020, dan Surat Keputusan Ketua Yayasan Perguruan Rakyat Saraswati Pusat Denpasar menyambut baik kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengenai ‘Merdeka belajar” yaitu proses kegiatan belajar mengajar secara tatap muka ditiadakan, kemudian memilih pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena lebih meringankan dan bisa meningkatkan mutu pendidikan.

Sasaran aksi nyata pembelajaran jarak jauh (PJJ) adalah anak kelas 6D pada SD Saraswati 3 Denpasar. Guna mempermudah akses pengajaran antara guru dan murid dalam jaringan (daring), aplikasi Google Meet dipilih untuk melakukan pengajaran tatap muka jarak jauh, yang disesuaikan dengan jadwal pembelajaran yang telah tersusun. Untuk pengumpulan tugas-tugas yang telah dikerjakan murid kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar, dikirim melalui WhatsApp group orangtua.

Langkah awal sebagai bentuk persiapan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) adalah menyusun jadwal pembelajaran, yang disederhanakan dengan membandingkan jadwal pembelajaran yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka langsung di kelas. Hari Senin sampai dengan hari Jumat, anak-anak diberikan pelajaran tematik dan muatan lokal, dan hari Sabtu extra wajib Pramuka.

Hal tersebut diberlakukan, agar proses pembelajaran selama masa pandemi tidak menjadi beban secara paksa murid dan orangtua murid. Jadwal pembelajaran tersebut disusun, disesuaikan dengan kondisi masa pandemic Covid-19, sehingga kesehatan (imunitas) terutama anak-anak tetap terjaga. Alasan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) adalah agar tetap dapat memberikan pendidikan dan pengajaran kepada siswa-siswi SD Saraswati 3 Denpasar, sehingga kodrat yang dimiliki anak tetap tertuntun sebagai manusia dengan budi pekerti yang baik dan semakin jelas.

Hasil Aksi Nyata

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang telah saya lakukan dengan Google Meeting cukup berhasil meningkatkan aktivitas siswa mengikuti pembelajaran. Hal ini diukur dengan kehadiran siswa hampir mencapai 80% dari jumlah siswa di dalam kelas. Keaktifan siswa juga dapat dilihat dari cara menanggapi dan menjawab setiap soal atau masalah yang diajukan.

Beberapa anak-anak beranggapan bahwa, ketika pembelajaran tatap muka langsung di kelas tidak dapat dilaksanakan maka, pembelajaran dengan Google meeting sangat tepat. Mereka merasakan bahwa pembelajaran jarak jauh yang dilaksanakan tidak ada bedanya dengan belajar tatap muka langsung di kelas, sehingga tetap terjadi proses interaksi antara siswa dengan guru. Guru memberikan kebebasan kepada anak didik untuk mengungkapkan pendapat sesuai dengan pemikirannya, artinya penggalian potensi dapat dimaksimalkan.

Saya sebagai guru hanya memfasilitasi, mengarahkan dan berhamba kepada anak, sehingga anak-anak dapat berkembang  sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Di sinilah saya menyadari bahwa setiap anak memiliki kodratnya sendiri. Anak-anak dan orangtua juga beranggapan bahwa, di saat pengumpulan tugas dengan mengirimkan melalui Whatsapp orangtua sangat memudahkan dan efisien waktu, karena orangtua sibuk dengan urusan pekerjaan.

Pemberian kelonggaran waktu  juga mendapat tanggapan positif dari orangtua, karena pengumpulan tugas bisa dikirim di sela kesibukan orang tua menyelesaikan pekerjaan rumah ataupun pekerjaan kantor. Mereka tidak perlu lagi mengumpulkan tugas ke sekolah, karena tugas-tugas sudah bisa dikirim melalui  Whatsapp. Hal ini berarti bahwa tidak akan terjadi kontak fisik baik antara guru, murid, dan orang tua.

Keberhasilan Dan Kegagalan Dalam Proses Pelaksanaan Pembelajaran

Di dalam proses kegiatan pembelajaran tentunya ada perubahan yang diharapkan. Perubahan-perubahan ini mengarah kepada terciptanya suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menggali potensi siswa sesuai kodratnya. Bakat dan minat peserta didik menjadi poin utama untuk dikembangkan sesuai dengan materi ajar, sehingga tercipta suasana merdeka belajar yang menjadi tujuan dari kegiatan program pendidikan guru penggerak.

            Setiap kegiatan tidak terlepas dari keberhasilan dan kegagalan, termasuk kegiatan aksi nyata yang telah saya lakukan. Dalam kegiatan ini ada beberapa menjadi catatan penting sebagai bentuk keberhasilan dan kegagalan. Adapun kegiatan aksi nyata ini dinilai sebagai keberhasilan adalah: [1] Adanya proses pembelajaran bagi guru tentang penggunaan aplikasi Google meeting untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi siswa, [2] Dapat melangsungkan pembelajaran seperti tatap muka, sehingga dapat memantau keaktifan dan prestasi siswa walaupun di rumah saja, [3] Dengan Google meeting  dapat meningkatkan kemauan belajar siswa di masa pandemi,  dalam mencapai prestasi belajar, [4] Melalui Google Meeting guru dapat memantau perkembangan bakat dan minat siswa sesuai kodratnya, [5] Pengiriman tugas melalui Whatsapp orangtua dinilai mempercepat proses penerimaan tugas oleh guru.

            Penilaian sebagai kegagalan yakni: [1] Sebelum Covid-19 sekolah kami melarang anak-anak memiliki dan membawa HP ke sekolah, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, [2] Terhambatnya pembelajaran melalui Google Meeting, karena telepon seluler yang dipakai anak-anak adalah milik orang tua, [3] Kuota internet dari pihak orang tua yang tidak selalu tersedia, [4] Jam pelaksanaan Google meeting susah ditentukan karena tergantung keberadaan orangtua.

Rencana Perbaikan Di Masa mendatang

 Perbaikan di masa mendatang sangat diperlukan untuk menyempurnakan hasil yang ingin dicapai. Rencana perbaikan yang dilakukan adalah meningkatkan terus penggunaan aplikasi Google Meeting, baik di masa pandemi maupun keadaan kembali normal. Kebebasan anak dalam pelaksanaan pembelajaran terus diupayakan, agar mereka dapat berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya.

Melihat anak sesuai kodratnya yang dibawa sejak lahir menjadi hal baru bagi saya untuk belajar mengembangkan anak didik, mengubah laku (bukan dasarnya) untuk menjadikan generasi pelajar Pancasila sebagai  penerus bangsa yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, memiliki kebinekaan global, sifat kegotong-royongan, karakter kuat, kreatif, inovatif, memiliki kemandirian, serta bernalar kritis. 

Sehingga dengan demikian usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai masyarakat dapat diwujudkan.

sbjaja

Dokumen proses aksi nyata yang telah dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan menggunakan google Meeting dan Whatsapp, yaitu:

Simpulan

Ki Hadjar Dewantara disebut sebagai pejuang kemanusiaan di Indonesia. Ia berupaya membangun dan menyelenggarakan pendidikan untuk manusia di Indonesia dengan konsep, landasan, semboyan dan metode yang menampilkan kekhasan kultural Indonesia. Tantangan yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia dewasa ini adalah kurangnya pemahaman mendalam bahwa penanaman nilai-nilai budi pekerti, pikiran dan perkembangan tubuh anak tidak bisa dipukul rata, apalagi dengan kurikulum yang cenderung berubah-ubah dan kurang mantap dipersiapkan. Hal ini menyebabkan anak dipaksa/terpaksa belajar mengikuti kurikulum, tanpa ada kesadaran.

Berdasarkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang telah dilaksanakan dengan menggunakan dua aplikasi yang telah dipilih yaitu Google Meeting dan WhatApps, penerapan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara di kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2020/2021 tetap dapat diimplementasikan secara maksimal.

Saran

Sehubungan dengan laporan yang telah diuraikan di atas, maka saran/masukan untuk penyempurnaan pada langkah-langkah proses belajar mengajar selanjutnya, khususnya di kelas 6 D SD Saraswati 3 Denpasar diperlukan, adalah sebagai berikut:

  1. Konsep pemikiran pendidikan nasional perlu diterapkan dengan aksi nyata pada semua mata pelajaran.
  2. Oleh karena tanggung jawab pendidikan bukan hanya ada pada guru, sekolah dan pemerintah, maka peran orang tua dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) kali ini sangat dirasakan sebagai bagian dalam meningkatkan prestasi belajar.
  3. PJJ perlu ditinjau kembali untuk tetap dilaksanakan pada bagian-bagian yang memerlukan keterlibatan guru, orangtua murid, dan murid. PJJ dapat dilakukan misalnya jika murid perlu pembelajaran khusus, pengulangan, maupun remidi dengan waktu yang sangat longgar.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safrudin Abdul Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara

Danim, Sudarwan. 2007. Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara

Dimyati., Dr. dan Mudjiono., Drs. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.

Ducha, Marrisa Nurul. 2016. Konsep Pendidikan Ki hadjar Dewantara Sebagai Penguatan Manajemen Mutu Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Hasibuan., Ibrahim dan Toenlioe, A.J.E. 1991. Proses Belajar Mengajar Keterampilan Dasar Mengajar Mikro. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara

Muslich, Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara

Nasution, M.A., Prof., Dr. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Riduwan, M.B.A., DR. 2009. Pengantar: Prof. Dr. Buchari Alma, Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung: Penerbit CV. ALFABETA.

Rooijakkers, Ad. 1991. Mengajar dengan SuksesPetunjuk untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran”. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana, Indonesia.

Sardiman A.M. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. PT RajaGrafindo Persada.

Samho Bartolomeus., SS., M.Pd dan Yasunari Oscar., SS., MM. 2010. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dan Tantangan-Tantangan Implementasinya Di Indonesia Dewasa Ini. Bandung: Lembaga penelitian Dan Pengabdian Kepada masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.

Sagala, H. Syaiful., Prof., Dr., M.Pd. 2011. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit CV. ALFABETA.

Sukardi., Prof., Ph.D. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara

Suryosubroto, B., Drs. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Penulis:
I Made Sukarda
CGP Kota Denpasar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *